Berburu Kuliner Jadul di Lembah Si Cangkring, Sleman

10 comments
Lembab Si Cangkring


Hari baru saja dimulai, tapi rupanya denyut kehidupan telah berdegup kencang di Lembah si Cangkring, spot kulineran bagi yang ingin kangen-kangenan dengan masakan jadul. Lembah Si Cangkring sendiri  berlokasi Banyurejo, Tempel, Sleman, persis di perbatasan wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. 

Beberapa mobil terparkir di pinggir jalan. Puluhan motor berjejar rapat, begitupun sepeda ontel yang pagi itu terlihat mendominasi. 

"Sido mampir ora...?" Tanya Pak Suami yang pagi itu  menjadi partner saya nyepeda. 

Keramaian, kerumunan, tapi penasaran. Itu sebenarnya poinnya. 

"Tapi wis tekan kene. Yo ntar kalo Ning njero umpel-umpel an, ora usah sido" Jawab saya sambil menstandarkan sepeda. Klo di dalam ramai sekali, nggak usah, itu intinya. 

Sebagai sebuah pasar kuliner yang belum begitu lama beroperasi, bisa dibilang Lembah Si Cangkring cukup berhasil. Buktinya, belum satu jam proses jual beli di mulai, lapak-lapak pedagang pun terlihat ramai pembeli, terlebih lapak yang berada di posisi paling luar. Oh, iya dari informasi yang saya baca dari aplikasi maps, Lembah Si Cangkring  ini beroperasi mulai pukul 06.00 pagi. 

Setelah memastikan menaruh sepeda di tempat yang benar, sejenak saya dan pak suami survai lokasi. Eh, lebih tepatnya pak Suami survai lokasi, saya survai menu apa saja yang ada di sini.

Tak jauh dari tempat parkir, berjajar lapak pedagang makanan yang terbuat dari bambu. Semua terlihat sibuk melayani para pembeli. 

Kuliner jadul Lembah si cangkring
Lapak-lapak di Lembah Si Cangkring di pagi hari. Memilih menu, langsung membayar dan kemudian tinggal memilih tempat untuk menikmati makanan


Ada bubur krecek, gudeg, soto, bakso, pecel, di jajaran makanan berat. Pisang goreng, bakwan, tempe goreng di grup snack, sementara di barisan minuman mulai dawet,  legen atau air nira, teh, kopi dan juga wedang bajigur. Oh ya, soal harga makanan, setau saya disini seragam, 5000/porsi. Sementara harga minumam, rata-rata 3000 rupiah.

Menu Lembah Si Cangkring
Lopis, grontol, tiwul, cethil/cenil, jenis jajanan tempo dulu yang bisa didapatkan di Lembah Si Cangkring


Mata saya berbinar melihat ibu-ibu  dengan sebuah tampah yang penuh dengan aneka jajan pasar berupa tiwul, gatot, lopis, grontol, dan cenil. Ini jajanan yang saya suka!

Menjatuhkan pilihan pada satu porsi jajanan pasar dan satu porsi pecel, bergegas saya menyusul Pak Suami yang sudah masuk ke "area makan" terlebih dahulu. 

Entah kenapa tempat ini dinamakan Lembah Si Cangkring. Setau saya, cangkring adalah sejenis tanaman yang biasa tumbuh di tepi sungai. Tempat inipun berada ditepi sungai memanfaatkan area kebun yang sudah dibersihkan dan ditata sedemikian rupa. Pembeli tinggal memilih area, mau menikmati makanan secara lesehan di atas tikar, atau duduk di kursi alami yang disediakan. 

Daya Tarik Lembah Si Cangkring

Jajanan tempo dulu
Pecel daun Turi + jajan pasar, menu yang saya pilih pagi itu. 


Menurut saya, kekuatan tempat ini adalah kerena menu-menu jadulnya. Mirip seperti Pasar Kakilangit yang ada di Mangunan,  makanan dan suasana tempo dulu memang bisa jadi magnet bagi banyak pengunjung. 

Rata-rata generasi 80-90an akan mengalami fase kangen dengan makanan/minuman yang pernah begitu familiar di era mereka kecil. Generasi sekarangpun, sebenernya butuh untuk tahu kekayaan kuliner lokal mereka. Meskipun untuk membuat mereka jatuh hati, butuh usaha cukup keras. 


Lembah si cangkring
Menikmati makanan di area kebun yang teduh


Daya pikat kedua adalah, soal harga. Makanan dan minuman yang disajikan di Lembah Si Cangkring ini hampir semuanya ramah untuk kantong. Bahkan hanya dengan merogoh uang nggak sampai 10ribu, pembeli sudah bisa menikmati satu porsi makanan berat dan satu macam minuman. 

Berada di perbatasan Jogja-Jawa Tengah dan sering menjadi jalur pesepeda yang ingin menjadikan Bligo sebagai spot nggowes, maka Lembah Si Cangkring ini bisa jadi alternatif pemberhentian, untuk wisata kuliner maupun sekedar istirahat sejenak menikmati menu sarapan. 

Oh, iya menurut informasi dari salah satu pedagang, menu-menu yang lengkap, hanya ada di Sabtu-Minggu. Sementara hari lainnya buka, tapi  dengan pilihan menu yang terbatas, cuma bakso dan soto. Mau nyobain juga? Boleh banget, biar ndak penasaran. Iya kan?




Related Posts

10 comments

  1. Mbaaa, menu kampung giniii yg aku suka banget... Susaaah mau cari beginian di Jakarta.. kalopun ada, kdg rasanya ga asli lagi.

    Kalo aku tinggal di Jogja, puas deh nyobain beginian :(. Aku kangen gethuk dan kue2 kampungnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba.. klo yang ini masih ori semua rasanya.. yang njualpun warga sekitar. Pemberdayaan ekonomi lokal..

      Delete
  2. Muraaaah itungane. Suasananya juga seru.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba...harganya hampir sama kayak klo kita mbeli di pasar tradisional, tapi bedanya klo disini bisa langsung dinikmati sambil leyeh-leyeh, lesehan di tikar atau duduk-duduk di pinggir sungai

      Delete
  3. Lopis, tiwul, dan cethil jadi keinget masa kecil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. he eh, jajanan tradisional sebelum beragam jajanan pabrik menyerang :-D

      Delete
  4. mba lisss sejujurnya aku lagi kangen mbianget ambe sing jenenge lopis, cenil grontol tiwul wkwkkw...di tangerang blas ga enenng huhuhu...

    btw jadi kemlecer ew...makanan berat bisa mung 10 ribu...aduhhh alamak surga tenan di sini termurahnya ki wes ga ada yang rego segitu mba lis...huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. cuma 5 ribuan kui nit... mbawa uang 10 ribu dah dapat makan + minum + gorengan 3 biji :-D

      Delete
  5. Grontol itu sejenis kue kah atau makanan jenis lain?

    ReplyDelete
    Replies
    1. makanan tradisional berbahan dasar jagung mas. Jagung pipilan, direbus/kukus, trus diberi gula+parutan kelapa.

      Delete

Post a Comment