Bagi penyuka alam dan juga wisata sejarah, tak salah menjadikan Dieng sebagai destinasi dolan alias jalan-jalan. Berada di dunia wilayah Kabupaten di Jawa Tengah, yakni Banjarnegara dan Wonosobo, wilayah ini memiliki banyak daya tarik, yang bisa jadi tidak ditemukan di tempat lain.
Bagi saya, jauh sebelum sampai lokasi pun, sebenarnya Dieng sudah menunjukan pesonanya. Iya, melalui hamparan tanaman kentang dan berbagai jenis tanaman sayur yang ditanam warga sekitar.
Menikmati jalanan berkelok dengan pemandangan hijau di kiri-kanan, ditambah kabut yang datang dan pergi mendatangkan keasyikan tersendiri. Yang penting pastikan kondisi kendaraan sehat, dan ketrampilan mengemudi baik.
Berada di ketinggian 1600-2100 mdpl, menjadikan Dataran Tinggi Dieng akrab dengan kabut. Fenomena alam inilah yang menjadikan Dieng dijuluki negeri di atas awan. Selain menikmati kabut, Dieng juga memiliki banyak tempat-tempat wisata menarik, baik itu yang terbentuk secara alami, maupun hasil peninggalan budaya nenek moyang, salah satunya Kawah Sikidang.
Sikidang, Kawah di Tanah Datar
Kawah Sikidang dari kejauhan |
Kawah Sikidang berada di Desa Dieng Lor, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah. Ini kedua kalinya saya menginjakkan kaki ke kawasan kawah ini. Pertama ke Kawah Sikidang, masih tahun 2005 atau 2006-an, dalam rangka bekerja dan ternyata tampilan Kawah Sikidang kini sudah jauh berbeda. Kawah Sikidang yang sekarang, dalam banyak hal sudah lebih tertata.
Setelah membeli tiket masuk , --kalau tidak salah 20.000 ribu/pengunjung dan merupakan tiket terusan dengan tiket masuk Candi Arjuna—kami bisa masuk, berjalan mendekat ke area kawah. Salah satu aturan masuk yang saya ingat adalah, tidak boleh membawa makanan ke dalam area kawah. Bisa jadi, demi alasan kebersihan. Kalau dibebaskan, dan kemudian banyak sampah berserakan, nggak nyaman juga kan jadinya?
Tidak seperti kawah di Tangkuban Perahu yang berada di posisi lumayan tinggi, Kawah Sikidang ini bisa sangat mudah dijangkau pengunjung karena berada di areal yang datar. Pengunjung tinggal mengikuti rute dengan menyusuri jembatan kayu, dengan bentuk yang simpel namun artistik.
Jembatan inilah yang akan mengantarkan pengunjung mendekat ke kawah |
Selain kawah utama, di kawasan ini juga terdapat beberapa kawah kecil yang menjadikan tanaman terlihat tandus |
Karena desain jembatan yang cukup unik, di sepanjang jalur yang dilewati banyak pengunjung yang memanfaatkannya untuk melakukan swafoto, foto bersama, atau bahkan pre-wedding photo.
Aroma belerang tercium menyengat dari tempat ini. Selain untuk membetengi diri dari virus Corona, masker bedah yang kami pakai berguna pula untuk mengurangi derajat aroma belerang dan gas beracun yang bisa saja keluar bersama letupan kawah.
“Bau, nggak enak!“ Anak-anak sempat mengeluh. Tapi lambat laun hidung akan beradaptasi dan jadi terbiasa.
Kawah Sikidang merupakan kawah aktif terbesar yang ada di dataran Tinggi Dieng. Dinamakan Sikidang, karena kolam kawah konon dapat perpindah-pindah, layaknya Kidang/ rusa yang lincah. Di kawasan kawah ini, terdapat satu kawah besar dan juga kawah-kawah kecil di sekitarnya. Bau belerang, warna putih dan terkesan tandus, menjadi aroma dan pemandangan yang dominan di kawasan ini.
Rute menuju Pintu Keluar Kawasan yang demikian panjang
Membandingkan kondisi Kawah Sikidang dengan ketika saya kesini lebih dari 10 tahun yang lalu, jelas sudah banyak sekali perubahan. Kini Kawah Sikidang memiliki lahan parkir yang luas. Di dalam area wisata, pihak pengelola lumayan mengakomodir kencerungan kebutuhan wisatawan saat ini; spot foto yang cukup instagramable. Rute jalan pengunjung menuju kawah juga dipermudah. Tinggal mengikuti jembatan kayu.
Sebenarnya, tak banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengeksplor kawasan Kawah Sikidang ini seandainya jalur menuju pintu keluar tidak dibuat telalu berbelit. Sayangnya, dalam prakteknya banyak waktu yang rasanya terbuang, hanya untuk menjangkau pintu keluar.
Jadi pola pengaturan arus di Kawah Sikidang ini dibuat mirip dengan pengaturan arus pengunjung di Candi Borobudur. Setelah mengeksplor kawasan utama, pengunjung akan “dibawa” untuk menyusuri kios-kios makanan dan minuman.
Sepertinya, demi alasan ini pula kami dan pengunjung lainnya tidak diperbolehkan membawa bekal makanan dan minuman di area kawah.
Selain menyediakan makanan dan minuman, di sepanjang jalur keluar banyak kios-kios yang menjual barang-barang/oleh-oleh khas Dieng, mulai dari minuman khas olahan buah Carica, cabe khas Dieng, dan juga berbagai macam barang souvenir. Ada banyak sekali kios. Sayangnya, hanya sekitar separuh kios yang terisi. Selebihnya, kosong dan jadi korban fandalisme pengunjung tak bertanggung jawab.
Banyaknya kios kosong tanpa penghuni, membuat rute yang harus kami lewati terasa sangat jauh. Ada tak kurang dari 14 putaran, dengan jumlah puluhan kios yang harus kami lewati demi sebuah pintu keluar. Seandainya saya adalah ibu hamil atau lansia pastilah saya menyerah karena jalur keluar terlalu jauh dibuat berputar.
Bagian inilah yang menurut saya mesti dibenahi pihak pengelola.
Video Kawah Sikidang
Make video Youtubenya Alya ya :-D
Aku trakhir kesana 2013 dan ga inget ada jembatan itu mba. Perasaan ga ada sih. Berarti udh berubah banget yaaa sekarang.
ReplyDeleteDieng ini tempat paliiiing aku favoritin di antara semua kota di Indonesia, karena suhunya dingin :D. Ga susah nentuin kota kesukaanku, yg penting dingin aja hahahahah. Kalo udah panas, pasti ga akan masuk favorit hihihi.
Makanya pengeeen bgt bisa ke Dieng lagi. Dulu cuma bentar. Aku pengen bisa stay LBH lama di sana.