Selain bakso, sate, dan soto, sepertinya tak salah kalau saya bilang mie ayam termasuk jajanan sejuta umat. Sudah mengenyangkan, rasanya gampang diterima banyak lidah, harganya juga ramah di kantong. Ini saya ngomongin mie ayam yang dijual di warung-warung tepi jalan, atau warung tenda lho ya. Bukan yang ada di resto-resto kekinian atau mall.
Mie ayam enak versi saya adalah mie ayam yang menggunakan mie basah (bukan mie telur/kering yang direbus), dengan kuah sedikit kental, takaran bumbunya berani hingga mampu menggoyang lidah, dengan toping ayam melimpah. Dan tempo hari, saya menemukan mie ayam yang memenuhi kriteria tersebut.
Mie Ayam Pak Pendek Lapangan Karang Kotagede
“Lima belas atau 20-an menit lagi ya Mba...ini baru siap-siap” Jawab seorang bapak ketika saya datang memesan 3 mangkok mie ayam untuk saya, Pak Suami, dan juga Alya. Belum genap jam 10 pagi memang. Jadi kami yang memang datang kepagian.
Saya taksir usia bapak penjual ini mendekati kepala enam. Dengan cekatan tangannya memindah-mindah piranti yang ia butuhkan untuk meracik mie ayam dari sebuah tas besar ke dalam gerobak, seperti sayuran caisim dan aneka bumbu.
Sejurus kemudian, ia pindah ke bagian meja. Menyiapkan kecap, mengaduk saos, menuang sambal dalam wadah-wadah kecil. Ketika semua itu beres, ia pun mengelap meja-meja yang akan digunakan pelanggannya menikmati hidangan dan memastikan semuanya bersih. Beliau lakukan semuanya sembari beramah tamah dengan kami, pelanggan pertamanya hari itu.
Belum juga memulai memasak mie, pelanggan Mie Ayam Pak Pendek berikutnya sudah mulai berdatangan. Jadilah kami antre, bahkan sebelum sang pedagang mulai memasak hidangan.
***
Lapangan Karang di hari Minggu terlihat ramai. Bukan untuk berolahraga sepertinya, tapi untuk sekedar kulineran bersama teman atau keluarga. Sepanjang tepi lapangan, berjajar para pedagang dengan aneka masakan. Ada lotek, kethoprak, soto, pedagang jenang, dan tentu saja mie ayam.
Spanduk berwarna kuning bertuliskan Mie Ayam Pak Pendek itu berdiri di sisi pojok barat Lapangan Karang Kotagede. Formatnya warung tenda. Untuk menikmati mie ayam, pembeli bisa duduk di kursi yang sudah disediakan di dalam, atau lesehan di gelaran tikar.
Untuk menyiapkan mie ayam, Pak Marino dibantu menantunya. Sementara istrinya berjualan soto di samping tenda mie ayam |
Pak Marino lah sang pemilik usaha, sekaligus yang menjual mie ayam buatannya. “Dulu salah cetak itu mba, maunya Mie Ayam Pak Pendik..ee malah ditulisnya Pak Pendek. Tapi nggak apa-apa, ternyata nama itu mberkahi”
Mulai berjualan di Lapangan Karang, Kotagede tahun 2022 rupanya Marino pernah berjualan di wilayah Sleman sebelumnya. Jadi kemampuannya memasak dan meracik mie ayam memang sudah tidak diragukan lagi. Pak Marino mengaku berjualan Mie Ayam sejak tahun 1987.
“Aslinya Wonogiri. Tapi di kampung halaman nggunung, saya milih merantau. Pernah ke Jakarta, Magelang, Minggir, trus di sini ini. Di rumah buka warung juga. Laku 200 mangkok perhari, sudah cukup mba..”
Sekitar 20 menitan menunggu, akhirnya semangkok mie ayam terhidang di meja. Kepulan asapnya, menguarkan aroma yang menggugah selera. Segera saya tuang sambal, saus dan kecap. Tak sabar ingin segera mencicip mie ayam yang katanya cukup legend di kawasan Kotagede ini.
Mie ayam, sebelum diberi tambahan sambal, kecap, dan saos |
Dari segi porsi, mie ayam Pak Pendek ini bisa dikatakan jumbo. Penuh. Awalnya saya kira nggak bakalan mampu menghabiskan 1 porsi karena saking banyaknya. Mie nya benar-benar melimpah. Toping ayam suirnya juga cukupan. Sayuran caisinnya saja yang menurut saya terlalu sedikit. Bisa jadi karena harga sayur-mayur memang lagi mahal, jadi porsi sayuran juga menyesuaikan.
Soal rasa? Manis dan gurih kuah pas. Kuah mie tak begitu banyak, tapi bumbu terasa. Mie juga terasa kenyal dengan kematangan yang pas.
Nggak sampai 15 menit sepertinya, tau-tau mangkok di depan saya sudah kosong. Habis juga ternyata, padahal awalnya nggak yakin bisa.
Untuk semangkok mie ayam kompletnya, harga yang harus saya bayarkan cukup ramah. Kalau tidak salah hitung, 9000 rupiah per porsi dengan harga minuman (teh/jeruk) 3000 per gelas.
Hanya dengan 12.000/orang, sudah bisa menyantap semangkok mie ayam sembari menikmati wisata kulineran di Lapangan Karang dan pulang perut dalam keadaan kenyang. Kurang nikmat gimana coba?
Ya ampuuuun harga di sana luar biasa murah yaaa mba 🤣🤣🤣. Kalo di JKT dijual segitu, langsung diragukan pakai daging apa 😅. Tapi di Jogja memang standard harganya segitu sih Yaa.
ReplyDeleteMie ayam Jogja dan Jakarta itu beda banget yaaa 😅.mungkin Krn lidahku udh terbiasa Ama mie ayam Jakarta, yg mana kuah bening gurih dari kaldu dan dipisah, jadinya dulu sempet kaget aja liat kuahnya banjir kalo di Jogja 😄. Cuma aku memang msh membiasakan sih untuk mie ayam yg begini. pak suami lumayan suka, makanya tiap ke Jogja pasti cari mie ayam Jogja